Jumat, 20 Januari 2012

PENALARAN MORAL, ARUS GLOBALISASI DAN TIK

Dewasa ini kita memasuki era globalisasi yang benar-benar membuka gerbang dunia, bukan hanya dari segi pendidikan, tetapi juga dari sisi ekonomi dan bisnis. Era ini membawa kita ke pintu gerbang pengetahuan yang sangat luas dimana kita bisa memperoleh informasi yang beragam dan tanpa batas. Pesatnya perkembangan era globalisasi juga tidak terlepas dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat membantu memfasilitasi kemajuan peradaban manusia, dari yang tadinya hanya bisa menggunakan telepon rumah hingga handphone dan video call yang membuat jarak tidak berarti lagi. Pesatnya arus globalisasi membuat kemajuan
IPTEK semakin dibutuhkan, membuat manusia selalu berimprovisasi dan berinovasi sehingga, terciptalah beragam produk high tech, seperti yang banyak kita jumpai sekarang. Tanpa kemajuan IPTEK, arus globalisasi juga tidak dapat berkembang dengan pesat karena IPTEK menjadi sarana pendukung globalisasi.

Teringat ucapan teman yang berkata “karena adanya teknologi, gak galau lagi buat LDR…“.  Terlihat bahwa penggunaan teknologi memang sudah menjadi kebutuhan primer manusia di masa sekarang. Dalam bidang pendidikan misalnya, saat ini long distance learning, sudah sangat lazim digunakan dalam perkuliahan. Kuliah dengan menggunakan teleconference, webcam, ataupun menggunakan media sosial seperti skype sudah bukan lagi menjadi hal yang baru. Dalam bidang bisnis, sudah banyak online shop yang dibuka melalui social network seperti facebook, ataupun multiply. Begitu juga dalam hal akses keuangan dimana telah banyak bak yang menggunakan internet sebagai alat untuk bertransaksi…misalnya klik BCA,dsb. Akses informasi yang diperoleh pun menjadi tanpa batas, kapan pun dan dimana pun kita bisa memperoleh informasi yang diinginkan dengan bermodalkan handphone dan pulsa tentunya.

Arus informasi yang mengalir deras tanpa batas tetap perlu mendapat perhatian, sebab arus informasi yang mengalir bukan hanya bersifat positif tetapi juga banyak yang bersifat negatif. Hal ini membuat kita harus dapat bersikap selektif terhadap beragam informasi yang dapat diakses tersebut. Terutama bagi para pendidik dan orang tua yang memiliki anak. Anak-anak pada masa sekarang sangat up date dengan perkembangan alat-alat teknologi dan komunikasi yang ada. Di sinilah sikap selektif orang tua sangat diperlukan dalam membimbing anak, terutama pada anak usia dini. Jika orang tua ataupun guru tidak bersama-sama membimbing anak, anak-anak yang memiliki rasa ingin tahu tinggi mungkin saja akan mencoba mencari sendiri informasi yang mereka ingin ketahui, tak jarang mereka bisa terjebak dalam informasi yang salah atau menyesatkan. Untuk itulah kesadaran akan penanaman nilai-nilai moral dan agama menjadi penting bagi perkembangan anak di masa yang akan datang. Nilai-nilai moral yang ditanamkan dari anak sejak masa kecil nantinya akan terinternalisasi dengan nilai-nilai lain yang berkembang dalam diri individu sejalan dengan perkembangan sosial mereka, sehingga anak akan memiliki penalaran moral yang baik yang dapat digunakan untuk menyeleksi beragam informasi yang baik dan buruk.

apakah penalaran moral itu?

Pollard (2006) menyatakan bahwa penalaran moral (moral judgement) diartikan sebagai penilaian individu terhadap perilaku dirinya yang meliputi pemikiran, perasaan, dan pendapatnya. Setiono (Desmita, 2005:206) menyatakan bahwa penalaran moral berkenaan dengan keluasan wawasan mengenai relasi antara diri dan orang lain. Moral erat kaitannya dengan hak dan kewajiban. Individu yang bertindak sesuai dengan moral akan mendasarkan tindakannya atas penilaian baik dan buruknya suatu hal. Kohlberg (Setiono, Tanpa tahun) menganggap penalaran moral sebagai alasan dalam melakukan tindakan tertentu. Penalaran moral merujuk pada pertimbangan seseorang menganggap sesuatu baik ataupun buruk. Penalaran moral (Santrock, 2003) didasarkan pada konsep internalisasi. Internalisasi berarti bahwa perubahan perkembangan dari perilaku dikontrol secara eksternal menjadi perilaku yang dikontrol oleh standar dan prinsip internal.

Santrock (2003) menyatakan bahwa perkembangan moral dibagi ke dalam enam tahapan. Masing-masing tahapan berada dalam beberapa tingkatan, yaitu:

Penalaran Prakonvensional
Penalaran prekonvensional merupakan tingkat penalaran terendah dalam teori penalaran moral. Individu pada tingkatan prakonventional tidak menunjukkan adanya internalisasi nilai-nilai moral-penalaran moral yang dikendalikan oleh hadiah dan hukuman eksternal. Penalaran prakonvensional dibagi menjadi dua tahapan, yaitu:

1. Tahap pertama: orientasi hukuman dan kepatuhan.
Pada tahap pertama, pemikiran individu pada tahapan pertama didasarkan pada hukuman. Individu yang berada pada tahapan pertama akan mematuhi orang dewasa. Hal tersebut terjadi sebab orang dewasa menyuruh mereka untuk patuh. 

2. Tahap kedua: individualisme dan tujuan.
Pada tahap kedua dari perkembangan moral, pemikiran individu pada tahap kedua didasarkan pada hadiah dan minat pribadi. Individu pada tahap kedua akan bersikap patuh ketika sesuatu yang mereka lakukan tersebut menguntungkan bagi mereka. Hal-hal yang dianggap baik dinilai melalui reward yang diberikan.

Penalaran Konvensional
Penalaran konvensional adalah tingkat kedua dari teori perkembangan moral Kohlberg. Internalisasi yang terjadi pada tahap ini berada pada tingkat menengah. Individu mematuhi beberapa standar tertentu secara internal, tetapi standar tersebut merupakan standar orang lain (eksternal). Standar eksternal tersebut dapat berupa nilai dari orang tua dan hukum yang berlaku di masyarakat. Tingkatan konvensional memiliki dua tahapan, yaitu:

3. Tahap ketiga: norma interpersonal.
Pada tahap ketiga dari perkambangan moral, individu menganggap rasa percaya, rasa sayang, dan kesetiaan terhadap orang lain sebagai dasar untuk melakukan penilaian moral. Remaja pada tahap ketiga sering mengambil standar moral dari orang tua mereka. Hal tersebut dilakukan karena mereka ingin dianggap sebagai anak baik oleh orang tuanya.  

4. Tahap keempat: moralitas sistem sosial
Pada tahap keempat dari perkembangan moral, penilaian moral didasarkan pada pemahaman terhadap aturan, hukum, keadilan, dan tugas sosial. Remaja dapat mengatakan bahwa sebuah komunitas yang dapat bekerja secara efektif perlu dilindungi oleh hukum yang ditaati oleh seluruh anggota komunitas.

Penalaran Postkonvensional
Tingkatan postkonvensional merupakan tingkatan yang tertinggi dalam perkembangan moral Kohlberg. Moralitas pada tahap postkonvensional diinternalisasikan sepenuhnya. Moralitas tersebut tidak lagi didasarkan pada standar orang lain. Individu memperhatikan adanya pilihan moral yang lain sebagai alternatif. Individu menimbang pilihan-pilihan moral yang ada sebelum mereka memutuskan kode moral pribadinya. Tingkatan postkonvensional memiliki dua tahapan, yaitu:

5. Tahap kelima: hak komunitas vs hak individu
Pada tahap kelima dari perkembangan moral, individu memiliki pemahaman bahwa nilai dan hukum relatif. Individu juga menyadari bahwa standar yang dimiliki oleh masing-masing individu berbeda. Individu menyadari bahwa hukum merupakan elemen yang penting dalam masyarakat, tetapi individu juga melihat bahwa hukum bisa diubah. Individu pada kelima percaya bahwa beberapa nilai, misalnya kebebasan lebih penting daripada hukum.

6. Tahap keenam: prinsip etis universal
Tahap keenam merupakan tahap tertinggi dari perkembangan moral. Individu pada tahap keenam telah membentuk standar moral yang didasarkan pada hak manusia secara universal. Individu yang dihadapkan pada suatu konflik antara hukum dan kata hati, akan mengikuti kata hatinya meskipun keputusan tersebut memunculkan risiko padanya.

Anak-anak yang masih tergolong dalam anak usia dini masih berada pada tahapan prakonventional, dimana mereka masih membutuhkan orang tua dan guru sebagai pembimbing yang selektif terhadap segala informasi yang mereka ingin ketahui dan peroleh. Nilai-nilai moral anak yang diperoleh pada tahap ini nantinya akan mempengaruhi tingkatan selanjutnya dan akan sangat berguna bagi anak di masa yang akan datang, sehingga nantinya anak dapat bersikap selektif terhadap beragam informasi yang ada dan tidak terjerumus terhadap informasi yang meyesatkan.

Daftar pustaka:

Chaplin, J.P. 1993. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Pollard, B. 2007. Subjectivity and Objectivity in Moral Judgements, (Online), (http://homepages.ed.ac.uk/wpollard/objsubj.pdf, diakses tanggal 19 Februari 2009).

Santrock, J.W. 1995. Adolescence: Perkembangan Remaja. Terjemahan oleh Achmad Chusairi dan Juda Damanik. 2002. Jakarta: Erlangga.

Setiono, K. Tanpa tahun. Psikologi Perkembangan; Kajian Teori Piaget, Selman, Kohlberg, dan Aplikasi Riset. Bandung: Widya Padjajaran.

0 comments:

Template by:

Free Blog Templates